Cabut Gigi Atas Apakah Bikin Buta?

Resiko Pencabutan Gigi Atas



Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka, sehingga penting untuk menjaga kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan lama dalam rongga mulut. Kelainan-kelainan yang bisa terjadi di dalam mulut adalah gigi berlubang (Depkes RI, 1996). Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya gigi berlubang namun kurang diperhatikan oleh masyarakat. Ketika gigi berlubang sudah dibiarkan terlalu lama maka tidak bisa dilakukan penambalan atau perawatan. Solusi satu-satunya adalah dilakukan pencabutan.

Sumber
Pencabutan gigi tersebut adalah solusi terakhir pada gigi yang memang sudah tidak bisa dirawat baik gigi di rahang atas maupun rahang bawah. Pencabutan gigi merupakan suatu tindakan yang sehari-hari di lakukan oleh tenaga kesehatan gigi dan bahkan merupakan tindakan medik terbanyak di Indonesia. Walaupun demikian tidak jarang kita temukan komplikasi dari tindakan pencabutan yang sering di lakukan. Karenanya kita perlu waspada dan di harapkan mampu mengatasi kemungkinan-kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi.

Beberapa alasan yang sering di kemukakan oleh penderita yang ingin mencabutkan gigi antara lain karena kerusakan struktur gigi, posisi gigi yang buruk (impaksi, ektostema, dan berdesakan), diperlukan untuk menunjang perawatan gigi yang lain (gigi tiruan dan ortodonsi), dan beberapa alasan pribadi yang lain.
Namun demikian hingga saat ini, masih sering dijumpai penderita yang memaksa untuk dilakukan pencabutan gigi walaupun belum menjadi indikasi pencabutan dengan alasan sakit yang menyiksa, perawatan kedokteran gigi dipandang mahal, dan lama. Dengan demikian, pencabutan gigi seringkali dijadikan jalan pintas atau pilihan tercepat untuk mengatasi problem yang terjadi pada gigi. Kondisi ini menjadikan pencabutan gigi menjadi tidak rasional. Namun, dari beberapa alasan pencabutan gigi yang tidak rasional ini, alasan utamanya adalah kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat Indonesia terhadap dampak pencabutan gigi. Namun di sisi lain mereka juga ketakutan untuk mencabutkan gigi nya (Pagni G, 2012)

Pencabutan gigi adalah menghilangkan gigi. Jika saraf gigi telah mati atau gigi telah terinfeksi sangat parah, pencabutan merupakan satu-satunya cara. Pencabutan gigi bisa dilakukan dengan cara yang sederhana ataupun pencabutan yang rumit. Pencabutan gigi merupakan proses pencabutan atau pengeluaran gigi dari tulang alveolus, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan gigi juga merupakan operasi bedah yang melibatkan jaringan bergerak dan jaringan lunak dari rongga mulut, akses yang dibatasi oleh bibir dan pipi, dan selanjutnya dihubungkan disatukan oleh gerakan lidah dan rahang (Pagni G, 2012).
Istilah “urat mata” yang sering di lontarkan pasien mengacu pada saraf, karena tugas saraf lah yang mengantarkan informsi penglihatan ke otak, sedang urat yang di maksud adalah otot yaitu organ yang bertugas sebagai motorik.

Secara garis besar, tubuh manusia terdiri atas susunan saraf pusat dan susunan saraf tepi, dalam susunan saraf tepi terbagi menjadi 2 garis besar yaitu susunan saraf sadar dan tak sadar. Pada susunan saraf sadar terdapat 12 pasang sara tepi karnial. Cabang ke 5 ialah saraf Trigeminus. Saraf Trigeminus ialah saraf yang berperan salam mengirimkan sensasi dari kulit bagian anterior kepala, rongga mulut, hidung, gigi dan meninges ( lapisan otak ). Saraf trigeminus memiliki 3 divisi ( mata / oftalmik, rahang atas / maksilaris, dan rahang bawah / mandibular ) yang selanjutnya diperlakukan sebagai saraf – saraf terpisah (Stanley Monkhouse MA, 2006). Sedangkan saraf optik disebut juga saraf karnial ke – II adalah susunan saraf yang berfungsi mengirimkan informasi penglihatan dari retina ke otak.
Jenis kelainan lapang pandang yang terjadi akibat ruasknya saraf optikus bisa diidentifikasi dari lokasinya, sehingga dapat menghasilkan diagnosis topis. Kelainan lapang pandang dapat berupa monokuler atau binokuler. Kelainan lapang pandang monokuler dapat disebabkan lesi retina unilateral atau akibat lesi sebagian dari saraf optik (M Baehr and M Frotscher, 2005).

Sebagian masyarakat berpendapat jika ada hubungan saraf untuk mata dengan saraf gigi dan mulut hingga dalam pencabutan gigi akan mengakibatkan kebutaan, dimana posisi tiap organ tersebut memang berbeda sehingga memang tidak ada hubungannya antara organ mata dengan organ gigi dan sehingga tindakan pencabutan gigi baik gigi di rahang atas ataupun rahang bawah adalah aman untuk di lakukan terhadap pasien, selama tenaga kesehatan gigi melakukan pemeriksaan dengan teliti akan kondisi gigi dan umum pasien tersebut, dan tindakan pencabutan gigi di lakukan oleh tenaga yang berkompeten dengan standart peralatan yang sesuai. 



REFERENSI : 1. Stanley Monkhouse MA, MB, BChair, PhD, 2006, Carnial Nerve Functional Anatomy, Cambridge University press; Inggris. 2. Mbaer and M Frotscher, 2005, Duus Topical Diagnosis in Neurology, Thieme; Inggris. 3. Mark Mumenthaler, M.D., Heinrich Mattle, M.D, 2006, Fundamental of Neurology, Thieme. 4. Pagni G, dkk, 2012, Post Extraction Alveolar Ridge Preservation : Biological Basis and Treetments, International Journal of Dentistry, Vol – 2012 No. 1 : 1-13. 5. Indonesia Depkes RI, 1996, Pedoman Pelaksanaan Usaha Kesehatan Gigi dan Mulut Di Sekolah, Depkes RI; Jakarta.

Artikel Lainnya: